Dunia bisnis ASEAN diguncang oleh skandal besar yang melibatkan Chen Zhi, seorang taipan Inggris-Kamboja berusia 37 tahun yang memimpin Prince Holding Group. Pemerintah Amerika Serikat (AS) dan Inggris resmi menjatuhkan sanksi terhadap Chen atas dugaan menjalankan operasi penipuan siber transnasional terbesar dalam sejarah modern.
Chen dituduh tidak hanya menipu investor global, tetapi juga mempekerjakan korban perdagangan manusia. Hal ini yang dieksploitasi untuk menjalankan penipuan daring berskala masif. Menurut penyelidikan FBI, Chen disebut telah menggelapkan hasil kejahatan untuk membeli kapal pesiar, jet pribadi, dan bahkan lukisan Picasso.
FBI Sita Bitcoin Senilai Rp 231 Triliun
Menurut Direktur FBI Kash Patel, penyitaan aset kripto dari jaringan Chen mencapai US$14 miliar atau sekitar Rp 231 triliun, menjadikannya penindakan penipuan keuangan terbesar dalam sejarah.
Penyelidikan internasional menunjukkan bahwa Prince Holding Group, yang berdiri sejak 2015, telah berkembang menjadi salah satu konglomerat terbesar di Kamboja, beroperasi di lebih dari 30 negara dengan investasi real estate senilai US$2 miliar, termasuk Prince Plaza di Phnom Penh.
Profil Prince Holding Group dan Pengaruh Politik Chen Zhi
Prince Holding Group dikenal sebagai “kekaisaran bisnis terbesar di Kamboja” dengan portofolio mencakup real estate, jasa keuangan, dan bisnis konsumen. Perusahaan ini memiliki beberapa unit utama seperti Prince Real Estate Group, Prince Huan Yu Real Estate, dan Prince Bank.
Chen Zhi sendiri dikenal dekat dengan elit politik Kamboja. Ia pernah menjadi penasihat Perdana Menteri Hun Manet dan mantan pemimpin Hun Sen. Dengan gelar kehormatan Neak Oknha, Chen dipandang sebagai pengusaha berpengaruh dan filantropis besar di negaranya.
Namun, pakar kejahatan transnasional Jacob Sims menilai bahwa Chen dan grup bisnisnya telah lama berfungsi sebagai organisasi patron utama bagi partai berkuasa di Kamboja.
Dakwaan “Sembelih Babi”: Penipuan Siber dengan Skema Brutal
Departemen Kehakiman AS menuduh Chen menjalankan skema penipuan daring “Pig Butchering” atau “Sembelih Babi”, di mana korban dijebak melalui hubungan palsu di media sosial untuk berinvestasi dalam mata uang kripto.
Prince Holding Group disebut membangun 10 kompleks tertutup di Kamboja untuk mengoperasikan jaringan ini. Para korban perdagangan manusia dikurung, dipaksa bekerja, dan diancam agar menjalankan penipuan global yang menyasar ribuan korban di seluruh dunia.
“Para pekerja dipaksa melakukan penipuan daring dalam skala besar. Mereka memangsa ribuan orang, termasuk warga AS,” ujar Asisten Jaksa Agung John A. Eisenberg.
Chen bahkan dikatakan membanggakan keuntungan US$30 juta per hari dari operasi ini.
Jika terbukti bersalah, Chen Zhi menghadapi hukuman penjara hingga 40 tahun. Baik Chen maupun Prince Holding Group telah membantah seluruh tuduhan kriminalitas tersebut.
Keterlibatan Singapura dan Pembekuan Aset di Inggris
Pemerintah AS juga mengungkap keterlibatan tiga warga negara Singapura, yakni Chen Xiuling (43), Tang Nigel Wan Bao Nabil (32), dan Yeo Sin Huat Alan (53), bersama 17 entitas bisnis di Singapura yang terkait dengan jaringan Chen.
Sebanyak 126 bisnis afiliasi Prince Group kini masuk dalam daftar sanksi AS, sebagian besar di antaranya merupakan perusahaan cangkang tanpa aktivitas bisnis nyata.
Sementara itu, pemerintah Inggris telah membekukan aset Chen, termasuk rumah mewah senilai US$13,9 juta di London Utara, gedung perkantoran US$116 juta di City of London, serta sejumlah apartemen premium di berbagai lokasi elit London.
Respons Pemerintah Kamboja dan Dampak Regional
Pemerintah Kamboja melalui juru bicara Touch Sokhak menyatakan akan bekerja sama dengan otoritas internasional dan tidak akan melindungi individu yang melanggar hukum.
Namun, Sokhak menegaskan bahwa hal tersebut tidak serta-merta menuduh Prince Group atau Chen Zhi bersalah, hingga ada bukti yang kuat.
Sementara itu, Lindsey Kennedy dari The Eyewitness Project menilai sanksi AS dan Inggris terhadap Chen. Hal ini merupakan langkah penting dan inovatif, namun memperingatkan bahwa penindakan ini dapat menimbulkan kekosongan ekonomi. Hal ini yang bisa dimanfaatkan kelompok kriminal lain di kawasan ASEAN.
Kesimpulan: Dampak Skandal Chen Zhi bagi Asia Tenggara
Kasus Chen Zhi dan Prince Holding Group membuka tabir baru tentang jaringan penipuan siber lintas negara. Hal ini yang berakar di Asia Tenggara.
Dengan nilai kerugian mencapai miliaran dolar dan melibatkan ratusan entitas. Skandal ini menjadi peringatan keras bagi dunia bisnis dan investasi digital global.