Tarif Tambahan 10%, China memberi respons atas unggahan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump, terkait tarif tambahan hingga 10%- ke anggota BRICS. Negeri itu mengatakan tidak mencari “konfrontasi”. “Mengenai pengenaan tarif, China telah berulang kali menyatakan posisinya bahwa perang dagang dan tarif tidak memiliki pemenang dan proteksionisme tidak menawarkan jalan ke depan,” kata juru bicara kementerian luar negeri Mao Ning, dikutip dari AFP, Senin (7/7/2025).
China Respons Tarif Tambahan 10% ke Negara BRICS oleh -rump Sebelumnya Trump mengumumkan bahwa tarif tambahan sebesar 10% akan dikenakan kepada negara-negara yang “berpihak pada kebijakan anti-Amerika BRICS”. Ini terjadi di tengah pertemuan negara-negara BRICS di Brasil pekan iniSecara terpisah, Trump mengonfirmasi bahwa AS akan mulai mengirimkan surat pada hari Senin. Ini akan merinci tarif khusus negara dan perjanjian apa pun yang dicapai dengan berbagai mitra dagang.
China Respons Tarif Tambahan 10% ke Negara BRICS oleh Trump
Pendahuluan
Pada 6–7 Juli 2025, Presiden Amerika Serikat Donald Trump kembali membuat gebrakan dalam kebijakan perdagangan global. Ia mengancam akan mengenakan tarif tambahan sebesar 10 % untuk negara-negara yang mendukung kebijakan “anti‑Amerika” dari BRICS, termasuk China, sebagai dampak dari pernyataan BRICS di KTT Rio de Janeiro yang mengkritik tarif sepihak dan tindakan militer terhadap Iran . Ungkapan ini mencerminkan eskalasi terbaru dalam persaingan ekonomi dan geopolitik di panggung dunia.
Latar Belakang Ancaman Tarif Trump
1. Berakhirnya Masa Tenggang 90 Hari
Pada April 2025, Trump mengumumkan tarif dasar 10 % dan memberlakukan masa tenggang 90 hari sebagai peluang negosiasi. Hanya tiga kesepakatan yang tercapai—dengan Inggris, China, dan Vietnam—sementara banyak negara, termasuk sekutu utama AS, tetap berada dalam ketidakpastian .
2. Fokus pada BRICS
BRICS (Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan)—yang kini diperluas mencakup Iran, UEA, dan lainnya—menyuarakan penolakan terhadap kebijakan tarif sepihak dan intervensi militer. Respons ini menandai sensitifitas tertentu, memicu Trump untuk mengancam tarif lebih lanjut .
3. Surat dan Implementasi
Trump berencana mulai mengirim surat pemberitahuan tarif sejak 7 Juli, dengan kemungkinan tarif mulai berlaku 1 Agustus jika negosiasi gagal .
Tanggapan Tiongkok: Proteksionisme Takkan Menang
Penolakan atas Ancaman
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok, Guo Jiakun, menegaskan bahwa:
“Tidak ada pemenang dalam perang dagang atau perang tarif, dan proteksionisme tidak memiliki masa depan.”
Pernyataan ini mencerminkan penolakan Tiongkok terhadap eskalasi proteksionisme AS dan menunjukkan keyakinan bahwa BRICS akan tetap bersatu melawan tekanan eksternal.
Seruan Solidaritas dari PM Li Qiang
Dalam KTT BRICS, PM Li Qiang menyerukan aksi kolektif dan reformasi governance global, mengajak anggota BRICS memperkuat posisi negosiasi ekonomi .
Strategi Tiongkok: Diversifikasi dan De‑Dollarisasi
Pengalihan Pasar Ekspor
Indikator menunjukkan bahwa Tiongkok terus mengembangkan pasar alternatif di negara-negara berkembang, termasuk peningkatan ekspor elektronik ke Rusia, Brasil, dan Afrika Selatan; serta mempercepat gerak EV (kendaraan listrik) dan satelit ke Brasil .
“Dual Circulation” dan Volume Non‑AS
Pendekatan strategis “dual circulation” Tiongkok memperkuat ekonomi domestik dan memperluas konektivitas perdagangan global non‑AS. Perdagangan tahunan BRICS mencapai lebih dari US$1 triliun .
Sistem Pembayaran Alternatif & De‑Dollarisasi
Tiongkok terus mengembangkan sistem CIPS (Cross‑Border Interbank Payment System) dan pusat yuan offshore (London, Singapura), serta swap mata uang bilateral—untuk mengurangi ketergantungan pada dolar .
Retaliasi dan Kontrol Ekspor
Sebagai reaksi atas tarif AS sebelumnya, Tiongkok sempat mengenakan tarif terhadap barang AS (agrikultur, energi) hingga 15 %, serta menerapkan kontrol ekspor bahan langka (rare earths, dual‑use items) .
Dampak Ekonomi dan Politik
Dampak Global
Ancaman tarif dapat mengganggu rantai pasokan, memicu inflasi global, dan menekan pertumbuhan ekonomi negara-negara terkait. Bursa global merespons negatif dengan penurunan nilai saham dan pelemahan mata uang BRICS .
Perubahan Rantai Pasokan
Perusahaan-perusahaan di kawasan industri Tiongkok seperti Pearl River Delta sempat menunda produksi barang ekspor AS dan beralih ke negara alternatif .
Percepatan Strategi BRICS
BRICS melihat ancaman ini sebagai pemicu percepatan de‑dolarisasi, penguatan CBDC, dan penciptaan jaringan keuangan yang lebih mandiri .
Tantangan dan Peluang
Tantangan bagi China & BRICS
– Ketergantungan pada AS: Meski upaya diversifikasi signifikan, AS tetap merupakan pasar ekspor besar.
– Stabilitas Ekonomi: Tarif tambahan bisa memicu tekanan inflasi dan ketidakpastian politik dalam negeri .
Peluang Strategis
– Peningkatan Kerjasama BRICS: Lewat New Development Bank, swap mata uang, dan platform perdagangan alternatif .
– Posisi Global Tiongkok: Sebagai kekuatan ekonomi kedua dunia, Tiongkok memiliki daya tahan lebih dibanding sebelumnya.
Contoh Kasus & Data Pendukung
Kasus Agri‑Platform Brasil–Tiongkok
Tiongkok meningkat import produk pertanian Brasil sebagai alternatif gandum dan jagung dari AS; dan masuknya EV BYD & Great Wall ke Brasil mendukung upaya diversifikasi.
Volume Ekspor Non‑Amerika
Tiongkok mengekspor US$3 triliun ke pasar global non‑AS pada 2024, termasuk US$1 triliun ke BRICS—membuka kemungkinan menggantikan ekspor ke AS di 2–4 tahun mendatang.
Diversifikasi Finansial
Swap RMB–EU (US$50 miliar), swap RMB–Jepang (US$30 miliar), memfasilitasi transaksi tanpa dolar .
Implikasi untuk Indonesia & Global
-
Neutralitas Indonesia: Sebagai mitra dagang utama AS dan Tiongkok, Indonesia perlu menjaga keseimbangan dan terus memperkuat hubungan komersial di berbagai kawasan.
-
Peluang Investasi: Perusahaan multinasional bisa memanfaatkan relokasi industri dari Tiongkok—seperti manufaktur dan elektronik—ke Indonesia melalui kebijakan “Make in Indonesia”.
-
Stabilitas Ekonomi Regional: Pemerintah harus waspadai potensi gejolak inflasi karena tarif global, serta menjaga rantai pasok strategis (energi, mineral, pangan).
Kesimpulan
Ancaman tarif tambahan Trump sebesar 10 % terhadap negara-negara BRICS menggambarkan eskalasi kebijakan proteksionisme yang membawa risiko besar pada perekonomian global. Namun, respons Tiongkok—yang mengedepankan kerja sama BRICS, diversifikasi pasar, dan de‑dolarisasi—menunjukkan kesiapan menghadapi tekanan tersebut.