Indonesia Negara Nomor 1, Sebuah studi terbaru dari Harvard University, – yang dipublikasikan dalam jurnal ilmiah terkemuka Nature Mental Health, telah menobatkan Indonesia sebagai negara peringkat pertama di dunia dalam kategori “flourishing”. Istilah ini merujuk pada kondisi seseorang yang merasakan kebahagiaan, kesehatan, dan makna hidup, serta kemampuan untuk berfungsi dengan baik. Penelitian skala besar ini melibatkan lebih dari 203.000 responden dari 22 negara berbeda. Para peneliti mengevaluasi sejumlah faktor kunci yang berkontribusi pada kesejahteraan individu, meliputi kesehatan fisik dan mental, tingkat kebahagiaan yang dirasakan, adanya tujuan dan makna dalam hidup, kekuatan koneksi sosial, keamanan finansial, dan aspek spiritualitas.
AS Kalah Jauh, Indonesia Negara Nomor 1 Menurut Studi Harvard– Hasilnya, orang-orang yang tinggal di Indonesia adalah yang paling berkembang, diikuti oleh Israel, Filipina, dan Meksiko. Amerika Serikat menduduki peringkat ke-12 dalam daftar, sementara Inggris menduduki peringkat ke-20 dari 22 negara. Jepang yang notabene lebih kaya dan orang-orangnya hidup lebih lama, namun responden di sana paling kecil kemungkinannya untuk menjawab ‘ya’ untuk pertanyaan yang menanyakan apakah mereka memiliki teman dekat.
AS Kalah Jauh, Indonesia Negara Nomor 1 Menurut Studi Harvard
Pendahuluan: Studi ‘Flourishing’ dari Harvard
Pada April–Mei 2025, Harvard University bersama Baylor University dan Gallup meluncurkan Global Flourishing Study, diterbitkan di Nature Mental Health. Studi ini meneliti lebih dari 200.000 responden dari 22 negara (mewakili 64 % populasi dunia), menggunakan indikator holistik meliputi:
- Kebahagiaan dan kepuasan hidup
- Kesehatan mental dan fisik
- Makna dan tujuan hidup
- Karakter dan kebajikan
- Hubungan sosial yang erat
- Stabilitas keuangan dan material
- Spiritualitas atau keterlibatan religius
Hasil Survei: Indonesia di Puncak Dunia
Indonesia menempati posisi teratas dengan skor 8,3–8,47, unggul dibanding negara-negara maju seperti AS (peringkat 12) dan Inggris (peringkat 20). Di bawah Indonesia menempati posisi: Israel, Filipina, Meksiko, dan Polandia .
Rangking 10 Besar:
-
Indonesia (8,3–8,47)
-
Israel (~7,87)
-
Filipina (~7,71)
-
Meksiko (~7,64)
-
Polandia (~7,55)
6–10: Nigeria, Mesir, Kenya, Tanzania, Argentina
Rangking Rendah:
22. Jepang (5,9)
21–20: Turki (~6,32), Inggris (~6,79)
Mengapa Indonesia Unggul? Faktor-faktor Utama
Hubungan Sosial yang Erat & Budaya Gotong Royong
Budaya “gotong royong” dan komunitas yang erat meningkatkan skor pada aspek hubungan sosial dan solidaritas pro-sosial . Responden Indonesia lebih sering menjawab positif pada pertanyaan seperti “apakah Anda punya teman dekat?” .
Partisipasi Religius & Spiritualitas
Keterlibatan dalam aktivitas keagamaan, baik melalui ibadah maupun komunitas spiritual, terbukti meningkatkan kesejahteraan. Survei menunjukkan konsep spiritualitas berkontribusi besar terhadap makna hidup dan karakter moral.
Rasa Makna Hidup & Syukur
Nilai-nilai seperti “parimo” — menerima hidup dengan ikhlas — dan budaya bersyukur mendorong kesehatan mental dan kebahagiaan yang lebih tinggi, meskipun tekanan ekonomi masih ada.
Karakter Pro-sosial
Indonesia tampil unggul dalam dimensi moral, seperti empati, gotong royong, dan keterlibatan sosial, yang mendukung jaringan komunitas dan mengurangi isolasi sosial .
Kenapa Amerika Serikat Tertinggal (Peringkat 12)
Kesenjangan Mental di Kalangan Remaja
Meskipun ekonomi maju, tingkat kesehatan mental anak muda di AS buruk, memengaruhi keseluruhan skor flourishing .com.
Rendahnya Rasa Kebersamaan & Komunitas
Amerika mengalami kelemahan dalam hubungan sosial dan makna hidup—dua area penting yang diutamakan studi tersebut. Hal ini mirip dengan pola di negara kaya lain seperti Jepang dan Inggris .
Ketergantungan pada Stabilitas Ekonomi
Pendekatan AS yang berfokus pada aspek finansial tanpa memperkuat komunitas sosial dan spiritual berdampak negatif terhadap kesejahteraan menyeluruh .
Studi Harvard vs World Happiness Report
Perbedaan Fokus
- World Happiness Report menekankan aspek ekonomi (PDB per kapita) dan subjektif (penilaian diri sendiri).
- Global Flourishing Study mencakup tujuh dimensi luas, dari kesehatan fisik dan mental, hingga karakter, hubungan, dan spiritualitas .
Temuan Kontras
- Negara kaya seperti Finlandia dan Denmark sering unggul di Happiness Report, namun tetap tertinggal dalam Flourishing Study karena kekurangan aspek non-ekonomi seperti relasi sosial.
- Indonesia, dengan PDB per kapita hanya sekitar US$ 5.250, justru muncul sebagai negara yang paling “berkembang” secara psikologis dan emosional
Dampak Umur: Generasi Muda Kurang Flourishing
Survei menemukan skor flourishing meningkat seiring usia—artinya, generasi muda (18–24 tahun) di negara maju cenderung lebih rentan terhadap tekanan mental, isolasi sosial, dan merasa kurang makna hidup .
Hal yang sama berlaku di Indonesia: dewasa lebih besar memiliki stabilitas psikologis, sementara anak muda memerlukan perhatian lebih.
Implikasi dan Rekomendasi Kebijakan
Perkuat Jaringan Komunitas Lokal
Pemerintah dan LSM dapat memfasilitasi program komunitas gotong royong (misalnya posyandu, kegiatan budaya dan olahraga ruang publik).
Tingkatkan Pendidikan Karakter dan Spiritual
Masukkan kurikulum yang menekankan nilai moral, agama atau spiritualitas, syukur dan kewargaan aktif di sekolah.
Perhatian Kesehatan Mental untuk Remaja
Investasi layanan mental di sekolah dan kampus, kampanye kesejahteraan, serta pelatihan untuk pengajar dan orangtua.
Keseimbangan Pembangunan Ekonomi dan Sosial
Perlu paradigma baru pembangunan: bukan hanya infrastruktur dan ekonomi, tapi juga peningkatan kualitas hidup yang kaya makna dan sosial.
Riset Lanjutan
Lanjutkan pemantauan dan studi longitudinal untuk mengukur perkembangan kualitas hidup generasi muda di berbagai demografi.
Kesimpulan
Indonesia berada di puncak dunia dalam Global Flourishing Study karena kekuatan di dimensi sosial, spiritual, dan karakter moral. Amerika Serikat dan Jepang berada di tengah hingga bawah meskipun ekonominya maju—karena rendahnya ikatan sosial, solidaritas, dan makna hidup.Fokus ekonomi semata tidak cukup—kebahagiaan dan kesejahteraan sejati memerlukan keseimbangan antara kemajuan material dan kehidupan sosial-emosional. Generasi muda membutuhkan dukungan ekstra, baik dari segi mental maupun spiritual, agar mampu berkembang secara menyeluruh.